Minggu, 15 Agustus 2010

UPAYA DAN STRATEGI PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN SESUAI DENGAN MANAJEMEN MUTU

ABSTRAK

Proses pendidikan yang bertujuan untuk memanusiakan manusia pada dasarnya tidak hanya fokus pada pembentukan karakter seorang individu, melainkan hakikatnya adalah membangun masyarakat sebagai lingkungan hidupnya. Maka proses pendidikan tidak dapat melepaskan diri dari persoalan-persoalan lingkungan kehidupan yang dimiliki individu yang terlibat di dalamnya baik itu peserta didik, pendidik, dan semua orang/pihak yang berkecimpung dalam pendidikan.
Prof. Nana S. (2003;163) menyatakan bahwa keberhasilan belajar sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar diri peserta didik, baik faktor fisik maupun sosial-psikologis yang berada pada lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Berkaitan dengan lingkungan sekolah, disini ada dua aspek yaitu lingkungan fisik seperti sarana prasarana, dan lingkungan sosial yang menyangkut hubungan sosial dan emosional antar seluruh anasir yang ada dalam lingkungan sekolah, juga berkenaan dengan suasana dan pelaksanaan proses belajar-mengajar, kegiatan ekstra kurikuler, dan lainnya. Sekolah yang kaya dengan aktivitas belajar, memiliki sarana prasarana yang memadai, terkelola dengan baik, diliputi oleh suasana pembelajaran yang wajar, akan sangat mendorong semangat belajar para peserta didik.
Karena pentingnya lingkungan dimana para peserta didik belajar, maka para ahli pendidikan bersepakat bahwa lingkungan individu yang terlibat dalam proses pendidikan, menjadi salah satu sumber belajar dalam pendidikan. Lingkungan dimana individu belajar secara formal dikenal dengan lingkungan sekolah, baik lingkungan secara fisik maupun sosial-psikologis, dan lingkungan dimana seorang individu tumbuh berkembang serta mengaplikasikan hasil belajarnya, yaitu lingkungan masyarakat. Baik lingkungan sekolah maupun masyarakat, keduanya memiliki peranan yang sangat besar dalam proses pendidikan, baik untuk individu, untuk sekolah maupun masyarakat. Hal ini ada sebab pada dasarnya antara individu, sekolah, dan lingkungan sekitarnya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan kaitannya dengan proses pembelajaran.

BAB I

PENDAHULUAN


1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Keberhasilan program pendidikan Nasional, akan sangat ditunjang dengan berbagai sumber daya yang memiliki daya saing global dalam rangka menghadapi tantangan-tantangan di masa depan sebagai akibat terjadinya globalisasi dari berbagai aspek kehidupan, khususnya dalam dunia Pendidikan. Menciptakan sumber daya, khususnya sumber daya manusia yang mempunyai daya saing global, dapat diciptakan dengan melalui suatu proses pendidikan yang memenuhi harapan dan tuntutan para pengguna atau pengelola jasa pendidikan.
Manusia dalam proses pendidikan adalah inti utama. Realitas sejarah membuktikan pada kita bahwa pendidikan dalam kultur masyarakat manapun berkepentingan mengarahkan manusia kepada tujuan-tujuan tertentu. Selaras dengan itu, Nurcholis Madjid (dalam Sidi, 2001;xi) menyatakan bahwa pembicaraan seputar pendidikan melibatkan banyak hal yang harus direnungkan. Sebab, pendidikan meliputi keseluruhan tingkah laku manusia yang dilakukan demi memperoleh kesinambungan, pertahanan, dan peningkatan hidup. Jadi, manusia dengan pendidikan tidak dapat dipisahkan, karena pada dasarnya pendidikan diciptakan oleh manusia untuk membentuk manusia itu sendiri. Sederhananya, proses pendidikan ditujukan pada proses pemanusiaan manusia.
Bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan. Karena itulah sering dinyatakan pendidikan telah ada sepanjang peradaban umat manusia. Pendidikan menjadikan sumber daya manusia lebih cepat mengerti dan siap dalam menghadapi perubahan di lingkungan kerja. Oleh karena itu tidaklah heran apabila Negara yang memiliki penduduk dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang pesat.
Pendidikan adalah usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin jasmani dan rohani kearah kedewasaan. Dalam artian, pendidikan adalah sebuah proses transfer nilai-nilai dari orang dewasa (guru atau orang tua) kepada anak-anak agar menjadi dewasa dalam segala hal. Pendidikan merupakan masalah yang penting bagi setiap bangsa yang sedang membangun. Upaya perbaikan dibidang pendidikan merupakan suatu keharusan untuk selalu dilaksanakan agar suatu bangsa dapat maju dan berkembang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Beberapa upaya dilaksanakan antara lain penyempurnaan kurikulum, peningkatan kompetensi guru melalui penataran-penataran, perbaikan sarana-sarana pendidikan, dan lain-lain. Hal ini dilaksanakan untuk meningkatkan mutu pendidikan bangsa dan terciptanya manusia Indonesia seutuhnya
Secara fungsional, pendidikan pada dasarnya ditujukan untuk menyiapkan manusia menghadapi masa depan agar hidup lebih sejahtera, baik sebagai individu maupun secara kolektif sebagai warga masyarakat, bangsa maupun antar bangsa. Bagi pemeluk agama, masa depan mencakup kehidupan di dunia dan pandangan tentang kehidupan hari kemudian yang bahagia. Namun saat ini dunia pendidikan kita belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan mayarakat. Fenomena itu ditandai dari rendahnya mutu lulusan, penyelesaian masalah pendidikan yang tidak tuntas, atau cenderung tambal sulam, bahkan lebih berorintasi proyek. Akibatnya, seringkali hasil pendidikan mengecewakan masyarakat. Mereka terus mempertanyakan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dalam dinamika kehidupan ekonomi, politik , sosial, dan budaya.
Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil.[1] Pertama strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan (sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function (Hanushek, 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.
Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa komleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.
Diskusi tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan. Input pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam batas-batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan (school resources are necessary but not sufficient condition to improve student achievement). Disamping itu mengingat sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan layanan pendidikan yang beragam, kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya, maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas/mutu pendidikan. Peningkatan mutu di setiap satuan pendidikan, diarahkan pada upaya terselenggaranya layanan pendidikan kepada pihak yang berkepentingan atau masyarakat.
Upaya yang terus menerus dilakukan dan berkesinambungan diharapkan dapat memberikan layanan pendidikan bermutu dan berkualitas, yang dapat menjamin bahwa proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah sudah sesuai harapan dan yang seharusnya terjadi. Dengan demikian, peningkatan mutu pada setiap sekolah sebagai satuan pendidikan diharapkan dapat meningkatkan mutu sumber daya manusia secara nasional.

1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari tema tersebut di atas, kami mencoba merumuskan permasalahan yang akan dibahas sebagai kerangka acuan dalam pembahasannya. Tema besarnya adalah apa yang menjadi fungsi dan peran dari tenaga kependidikan lainnya dalam menunjang pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah?. Untuk memudahkan pembahasan, tema tersebut dirinci menjadi beberapa rumusan masalah yang spesifik, diantaranya;
Apa yang dimaksud dengan tenaga kependidikan lainnya?
Apa kompetensi yang mesti dikuasai oleh tenaga kependidikan lainnya, guna menunjang proses pembelajaran yang efektif dan efisien?
Bagaimana peran dan fungsi tenaga kependidikan lainnya, yang dapat menunjang proses pembelajaran?
Tulisan ini akan lebih memfokuskan pembahasan dari aspek guru atau pendidik, yakni Upaya-upaya apa saja yang harus ditempuh pemerintah dan pihak-pihak yang terkait untuk meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Dan strategi bagaimanakah meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan.

1.3 TUJUAN PENULISAN MAKALAH
Maksud dari pembahasan ini adalah untuk memperoleh gambaran yang berkaitan dengan suatu system standar mutu pendidikan dalam rangka menjadikan organisasi pendidikan yang mempunyai daya saing global. Makalah yang dibuat oleh kami selaku tim penulis pada dasarnya memiliki banyak tujuan, adapun yang khusus (spesifik) dari pembuatan makalah ini adalah sebagai pemenuhan kewajiban tugas kelompok mata kuliah dasar-dasar administrasi pendidikan yang mana diberi tanggungjawab untuk mengangkat pokok permasalahan di atas. Sedangkan tujuan yang lebih luasnya adalah berupaya memberikan gambaran, pengertian dan pemahaman yang cukup lengkap kepada sidang pembaca atau siapapun mengenai tema dari makalah ini, sehingga diharapkan hal tersebut menjadi salah satu bahan pertimbangan dan masukan didalam melaksanakan proses pendidikan di institusi sekolah yang ada.


1.4 LANDASAN TEORI
Manajemen mutu merupakan konsep yang telah diperdebatkan oleh berbagai pihak dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Berbagai upaya tersebut dapat terlihat dari lahirnya kajian teoritik mengenai mutu pendidikan, seperti manajemen mutu terpadu dalam pendidikan (Total quality management in education), Jaminan mutu dalam pendidikan (Quality Assurance in education), gugus kendali mutu, manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah, dan lain sebagainya. Perkembangan konsep tersebut merupakan suatu hal yang menggembirakan, karena hal tersebut menunjukkan adanya keseriusan untuk memikirkan bagaimana mutu pendidikan dapat dicapai.
Quality is similar in nature to goodness, beauty, and truth; and ideal with there can be no compromise. Quality products are things of perfection made with no expense. They are valuable and convey prestige to their owner (Sallis : 1993)
Kualitas dalam pengertian di atas mengarah kepada sesuatu yang terbaik, bagus, dan terpercaya, sesuatu yang ideal dimana tidak ada kompromi sama sekali. Layanan jasa yang diberikan atau barang yang dihasilkan adalah suatu bentuk yang dirasakan oleh konsumen sangat baik dan terpercaya, sehingga ada nilai yang dirasakan jasa dan produk itu sangat baik dan tidak mungkin mengecewakan.
Kualitas yang melekat pada produk adalah barang yang dihasilkan sangat sempurna. Produk tersebut sangat bernilai dan mengarah pada harga diri pemiliknya; Apakah mengarah pada rasa bangga ataupun menaikan gengsi pemiliknya.
Mutu dari sudut pandang produsen adalah sebagai derajat pencapaian spesifikasi rancangan yang telah ditetapkan. Sedangkan dari sudut pemakainya sendiri adalah diukur dari kinerja produk, suatu kemampuan dari produk untuk memuaskan kebutuhannya.
Penjelasan di atas menempatkan kualitas sebagai sesuatu yang absolut. Sedangkan dalam pengertian yang relatif, kualitas diartikan sangat sederhana yaitu bagaimana produk dan jasa dihasilkan sesuai dengan tujuannya. Secara relatif tidak hanya sekedar mahal atau memiliki nilai mewah tetapi lebih baik, merupakan hal yang umum, sederhana, bagaimana produk atau jasa tersebut dinilai dari standar yang ditentukan.
Dalam pengertian relatif mengarah pada dua aspek, yaitu : (1) sesuai dengan spesifikasi produk/jasa, (2) sesuai dengan harapan penggunanya. Gambar di bawah ini memperlihatkan titik temu dalam pengertian kualitas, disatu sisi bagaimana produk/jasa itu dihasilkan; disisi lain bagaimana penilaian pengguna terhadap produk/jasa yang dihasilkan.
BAB II
PEMBAHASAN


Fasilitas pendidikan berupa buku sudah demikian canggih disusun. Bahkan banyak bahan ajar yang kini telah disusun dalam bentuk CD ROM, bukan buku yang tebal dan biasanya disusun tidak semenarik komik atau majalah. Dengan demikian peserta didik memiliki pilihan lain berupa sumber informasi yang tinggal 'ngeklik' di komputer pribadinya. Sumber informasi dengan mudah dicari dengan cara 'surfing' melalui bahan ajar virtual melalui internet. Nah, dalam kondisi seperti itu, apakah peran pendidik masih diperlukan lagi?
Pada era teknologi informasi, guru memang tidak lagi dapat berperan sebagai satu-satunya sumber informasi dan ilmu pengetahuan. Peran guru telah berubah lebih menjadi fasilitator, motivator, dan dinamisator bagi peserta didik. Dalam era teknologi informasi peserta didik dengan mudah dapat mengakses informasi apa saja yang tersedia melalui internet. Dalam kondisi seperti itu, maka guru diharapkan dapat memberikan peran yang lebih besar untuk memberikan rambu-rambu etika dan moral dalam memilih informasi yang diperlukan. Dengan kata lain, peran pendidik tidak dapat digantikan oleh apa dan siapa, serta dalam era apa saja. Untuk dapat melaksanakan peran tersebut secara efektif dalam proses pendidikan, pendidik dan tenaga kependidikan harus ditingkatkan mutunya dengan skenario yang jelas.
Pertanyaan besar yang akan dicoba dijawab dalam tulisan ini adalah tentang bagaimana skenario yang harus diikuti untuk meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan? Keseluruhan skenario itu akan meliputi beberapa pertanyaan. Pertama, langkah pertama apakah yang dinilai sangat penting sebagai titik awal (starting point) untuk melakukan langkah-langkah berikutnya. Langkah pertama ini juga dinilai sebagai pemutus rantai dari serangkaian mata rantai masalah yang sering sebagai lingkaran setan (vicious circle) yang tidak diketahui mana pangkal dan ujungnya. Kedua, langkah-langkah besar apakah yang harus dilakukan dalam keseluruhan skenario itu. Ketiga, apa hubungan antara langkah yang satu dengan langkah yang lain, serta apa prasyarat yang harus dipenuhi untuk dapat mencapai langkah yang telah ditentukan.
Mendefinisikan mutu / kualitas memerlukan pandangan yang komprehensif. Ada beberapa elemen bahwa sesuatu dikatakan berkualitas, yakni;[2]
1) Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan
2) Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan
3) Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (apa yang dianggap berkualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada saat yang lain).
4) Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Tenaga Kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang Penyelenggaraan Pendidikan. Yang termasuk ke dalam tenaga kependidikan adalah: kepala satuan pendidikan; pendidik; dan tenaga kependidikan lainnya.
Kepala Satuan Pendidikan yaitu orang yang diberi wewenang dan tanggung jawab untuk memimpin satuan pendidikan tersebut. Kepala Satuan Pendidikan harus mampu melaksanakan peran dan tugasnya sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator, motivator, figur dan mediator (Emaslim-FM) Istilah lain untuk Kepala Satuan Pendidikan adalah: Kepala Sekolah, Rektor, Direktur, serta istilah lainnya. Sedangkan pendidik atau di Indonesia lebih dikenal dengan pengajar, adalah tenaga kependidikan yang berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan dengan tugas khusus sebagai profesi pendidik. Pendidik mempunyai sebutan lain sesuai kekhususannya yaitu: Guru, Dosen, Konselor, Pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, Ustadz, dan sebutan lainnya.
Tenaga Kependidikan lainnya ialah orang yang berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan, walaupun secara tidak langsung terlibat dalam proses pendidikan, diantaranya:
a. Wakil-wakil/Kepala urusan umumnya pendidik yang mempunyai tugas tambahan dalam bidang yang khusus, untuk membantu Kepala Satuan Pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan pada institusi tersebut. Contoh: Kepala Urusan Kurikulum.
b. Tata usaha, adalah Tenaga Kependidikan yang bertugas dalam bidang administrasi instansi tersebut. Bidang administrasi yang dikelola diantaranya; Administrasi surat menyurat dan pengarsipan, Administrasi Kepegawaian, Administrasi Peserta Didik, Administrasi Keuangan, Administrasi Inventaris dan lain-lain.
c. Laboran, adalah petugas khusus yang bertanggung jawab terhadap alat dan bahan di Laboratorium.
d. Pustakawan, Pelatih ekstrakurikuler, Petugas keamanan (penjaga sekolah), Petugas kebersihan, dan lainnya.
Strategi Sistem Manajemen Mutu yang dapat diterapkan oleh setiap organisasi pendidikan, baik berkenaan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan serta evaluasinya dapat mengacu kepada Permendiknas No. 19 tahun 2007, dimana peraturan tersebut merupakan dasar atau rujuakan untuk dijadikan acuan dalam meningkatkan system manajemen mutu bagi setiap organisasi pendidikan.
a. Perencanaan
Dalam melaksanakan pendidikan yang bermutu, suatu organisasi pendidikan seharusnya mendesain atau merancang acuan yang dapat dijadikan rujukan lengkah-langkah dalam melaksanakan proses pendidikanya, langkah yang pertama kali harus dilakukan adalah merancang VISI yang menjadi dasar dalam melaksanakan semua proses kegiatan pendidikan. Penyusunan visi tersebut berguna untuk :
1) dijadikan sebagai cita-cita bersama warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan pada masa yang akan datang;
2) mampu memberikan inspirasi, motivasi, dan kekuatan pada warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan;
3) dirumuskan berdasar masukan dari berbagai warga sekolah/madrasah dan pihak-pihak yang berkepentingan, selaras dengan visi institusi di atasnya serta visi pendidikan nasional;
4) diputuskan oleh rapat dewan pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah/madrasah dengan memperhatikan masukan komite sekolah/madrasah;
5) disosialisasikan kepada warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan;
6) ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan dan tantangan di masyarakat.
Setelah Visi tersebut dirumuskan, selanjutnya diikuti dengan penetapan MISI, yang mana misi merupakan penjabaran dari Visi yang menggambarkan indicator-indikator yang telah ditetapkan untuk dapat tercapai sesuai harapan.Penetapan MISI bertujuan sebagai :
1) memberikan arah dalam mewujudkan visi sekolah/madrasah sesuai dengan tujuan pendidikan nasional;
2) merupakan tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu tertentu;
3) menjadi dasar program pokok sekolah/madrasah;
4) menekankan pada kualitas layanan peserta didik dan mutu lulusan yang diharapkan oleh sekolah/madrasah;
5) memuat pernyataan umum dan khusus yang berkaitan dengan program sekolah/madrasah;
6) memberikan keluwesan dan ruang gerak pengembangan kegiatan satuan-satuan unit sekolah/madrasah yang terlibat;
7) dirumuskan berdasarkan masukan dari segenap pihak yang berkepentingan termasuk komite sekolah/madrasah dan diputuskan oleh rapat dewan pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah/madrasah;
8) disosialisasikan kepada warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan;
9) ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan dan tantangan di masyarakat.
Mohammad Surya (Ketua Umum Pengurus Besar PGRI), menyatakan dengan tegas bahwa "semua keberhasilan agenda reformasi pendidikan pada akhirnya ditentukan oleh unsur yang berada di front terdepan, yaitu guru. Hak-hak guru sebagai pribadi, pemangku profesi keguruan, anggota masyarakat dan warga negara yang selama ini terabaikan, perlu mendapat prioritas dalam reformasi". Hak utama pendidik yang harus memperoleh perhatian dalam kebijakan pemerintah adalah hak untuk memperoleh penghasilan dan kesejahteraan dengan standar upah yang layak, bukan 'upah minimum'. Kebijakan "upah minimun" boleh jadi telah menyebabkan pegawai bermental kuli, bukan pegawai yang mengejar prestasi. Itulah sebabnya, maka langkah pertama peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan adalah memberikan kesejahteraan guru dengan gaji yang layak untuk kehidupannya.
Langkah pertama ini dinilai amat vital dan strategis untuk meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Mengapa? Setidaknya ada dua alasan. Pertama, dari lima syarat pekerjaan dapat disebut sebagai profesi, yang masih belum terpenuhi secara sempurna adalah gaji dan kompensasi dari pelaksanaan peran sebagai profesi. Kelima syarat pekerjaan sebagai profesi adalah;
(1) bahwa pekerjaan itu memiliki fungsi dan signifikansi bagi masyarakat,
(2) bahwa pekerjaan itu memerlukan bidang keahlian tertentu,
(3) bidang keahlian itu dapat dicapai dengan melalui cabang pendidikan tertentu (body of knowledge),
(4) bahwa pekerjaan itu memerlukan organisasi profesi dan adanya kode etik tertentu, dan kemudian
(5) bahwa pekerjaan tersebut memerlukan gaji atau kompensasi yang memadai agar pekerjaan itu dapat dilaksanakan secara profesional.
Dari kelima syarat tersebut, yang masih belum terpenuhi sepenuhnya adalah syarat yang kelima, yakni gaji dan kompensasi yang memadai. Alasan kedua, karena peningkatan gaji dan kesejahteraan merupakan langkah yang memiliki dampak yang paling berpengaruh (multiplier effects) terhadap langkah-langkah lainnya. Kalau perlu, agar langkah pertama tersebut tidak menjadikan iri bagi pekerjaan lainnya, kenaikan gaji dapat dilakukan secara menyeluruh dan bertahap. Hal ini terkait dengan maraknya tindak korupsi yang telah mencapai tingkat yang berbahaya seperti virus yang telah menjangkiti semua aspek kehidupan manusia.
Apa prasyarat yang harus dipenuhi untuk dapat melaksanakan langkah pertama ini dengan baik? Jika standar gaji yang akan dinaikkan itu cukup tinggi, maka kenaikan gaji dapat dilakukan dengan standar kompetensi yang tinggi pula. Yang akan diberikan kenaikan gaji adalah para pendidik dan tenaga kependidikan yang telah mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan. Oleh karena dewasa ini terdapat berbagai pangkat dan golongan pegawai, maka kenaikan gajinya juga diselaraskan dengan pangkat dan golongan pegawai tersebut. Dengan demikian, uji kompetensi harus dilakukan dahulu secara jujur dan transparan. Untuk itu, maka instrumen uji kompetensi harus disiapkan secara matang. Jangan ada kecurangan dalam proses uji kompetensi ini. Jika terjadi kecurangan dalam pelaksanaan uji kompetensi, maka secara otomatis akan dapat merusak seluruh komponen dalam sistem ini. Langkah pertama ini akan berjalan dengan lebih mantap jika sistem pembayaran gajinya telah dilaksanakan dengan melalui bank.
Upaya kedua ini merupakan konsekuensi dan kesinambungan dari langkah pertama. Para pendidik yang tidak memenuhi standar kompetensi harus dialihtugaskan kepada profesi lain. Pengalihtugasa tersebut dilakukan dengan syarat sebagai berikut:
(1) mereka telah diberikan kesempatan untuk mengikuti diklat dan pembinaan secara intensif, tetapi tidak menunjukkan adanya perbagian yang signifikan,
(2) guru tersebut memang tidak menunjukkan adanya perubahan kompetensi dan juga tidak ada indikasi positif untuk meningkatkan kompetensinya.
Jika syarat tersebut telah dilakukan, maka mereka harus rela dan pantas untuk dialihtugaskan dari profesi guru menjadi tenaga lain yang sesuai, misalnya tenaga administrasi, atau kalau perlu dipensiundinikan. Untuk mengganti tenaga pendidik yang telah dialihtugaskan ke profesi lain tersebut perlu diadakan seleksi (rekruitmen) secara jujur dan transparan, sesuai standar kualifikasi yang telah ditetapkan. Rekruitmen pendidik yang jujur dan transparan ini telah dilakukan oleh Paulo Freirie dalam rangka reformasi pendidikan di Brazilia. Crass program seperti guru bantu sebaiknya tidak dilakukan di masa-masa mendatang, karena program seperti ini sama dengan ibarat memasang bom waktu yang berbahaya, terutama jika tidak mengelola program ini dengan baik. Program guru bantu dapat saja dimasukkan menjadi satu sistem dalam rekruitmen guru. Artinya, proses rekruitmen guru dilakukan dengan mekanisme melalui guru bantu. Jadi, untuk ikut rekruitmen guru seseorang harus melalui guru bantu. Guru bantu yang tidak lulus tes secara otomatis menjadi masa akhir kontrak kerja untuk menjadi guru bantu.
Alasan seperti itu karena terciptanya pekerjaan-pekerjaan dan kegiatan-kegiatan baru, dimana sekolah mempunyai rancangan program baru dan diperlukan guru yang ditugaskan dalam program tersebut sehingga membutuhkan calon guru baru, dan juga karena adanya guru di sekolah yang berhenti karena pensiun atau yang sudah lanjut usia, tidak mungkin untuk melanjutkan kegiatan proses belajar mengajar di sekolah.
Selain itu, adanya pegawai yang berhenti karena ingin pindah kesekolah lain, maupun pekerja yang melanggar aturan yang telah ditetapkan sekolah tersebut. Sehingga sekolah membutuhkan guru baru untuk mengisi lowongan pekerjaan tersebut, agar kegiatan belajar mengajar (KBM) pun dapat berjalan dengan lancar sebagaimana biasanya.Untuk itu sekolah perlu melakukan proses rekrutmen guru baru karena rekrutmen merupakan hal yang sangat penting, dengan melalui proses rekrutmen sekolah akan mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.
Rekrutmen guru merupakan satu aktivitas manajemen yang mengupayakan didapatkannya seorang atau lebih calon pegawai yang betul-betul potensial untuk menduduki posisi tertentu di sebuah lembaga. Tujuan aktivitas rekrutmen dalam proses penyusunan pegawai jelas terlihat bahwa untuk mencapai tujuan-tujuan aktivitas rekrutmen membutuhkan pemahaman yang tidak hanya pelamar mengidentifikasi dan memilih tawaran pekerjaan, tetapi bagaimana mengelolanya serta selama proses rekrutmen pelamar mendapatkan informasi yang membantu mereka memutuskan apakah kesempatan kerja yang ditawarkan itu cocok untuk mereka dan membutuhkan interaksi antara individu dan organisasi yang memikat dan menyeleksinya. Sehingga tujuan aktivitas rekrutmen dapat berjalan dengan baik.
Setelah Visi dan Misi selesai ditetapkan, maka langkah selanjutnya adalah membuat dan mendesain TUJUAN yang ingin di capai organisasi pendidikan tersebut. Tujuan harus dibuat karena merupakan alat ukur atau patokan bagi proses dan memperjelas arah organisasi. Dalam mendesain tujuan harus mampu mengungkapkan dan mempertimbangkan tentang :
1) menggambarkan tingkat kualitas yang perlu dicapai dalam jangka menengah (empat tahunan);
2) mengacu pada visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional serta relevan dengan kebutuhan masyarakat;
3) mengacu pada standar kompetensi lulusan yang sudah ditetapkan oleh sekolah/madrasah dan Pemerintah;
4) mengakomodasi masukan dari berbagai pihak yang berkepentingan termasuk komite sekolah/madrasah dan diputuskan oleh rapat dewan pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah/madrasah;
5) disosialisasikan kepada warga sekolah/madrasah dan segenap pihak yang berkepentingan.
Jika keseluruhan proses tersebut telah selesai dirumuskan, maka langkah selanjutnya suatu organisasi pendidikan harus merancang rencana kerja yang akan menjadi prioritas untuk segera dilaksanakan. Dimana rencana kerja tersebut dapat terbagi menjadi Rencana kerja jangka menengah dan Rencana kerja tahunan. Rencana kerja jangka menengah menggambarkan tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu empat tahun yang berkaitan dengan mutu lulusan yang ingin dicapai dan perbaikan komponen yang mendukung peningkatan mutu lulusan, sedangkan rencana kerja tahunan yang dinyatakan dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah/Madrasah (RKA-S/M) dilaksanakan berdasarkan rencana jangka menengah.
Rencana kerja tahunan dijadikan dasar pengelolaan oleh organisasi pendidikan yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. Rencana kerja tahunan memuat ketentuan yang jelas mengenai :
1) kesiswaan;
2) kurikulum dan kegiatan pembelajaran;
3) pendidik dan tenaga kependidikan serta pengembangannya;
4) sarana dan prasarana;
5) keuangan dan pembiayaan;
6) budaya dan lingkungan sekolah;
7) peran serta masyarakat dan kemitraan;
8) rencana-rencana kerja lain yang mengarah kepada peningkatan dan pengembangan mutu.
Dari kualifikasi tentang guru dan dosen dapat dipahami bahwa seorang guru wajib memiliki kualifikasi akademik yaitu telah menyelesaikan program sarjana, kompetensi dalam hal ini dapat dilihat dari kompetensi pedagogik yakni hal ini berkaitan dengan kemampuan guru dalam proses belajar mengajar yaitu persiapan mengajar yang mencakup merancang dan melaksanakan skenario pembelajaran, memilih metode, media, serta alat evaluasi bagi anak didik agar tercapai tujuan pendidikan baik pada ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik siswa.
Kemudian kompetensi kepribadian seorang guru harus mempunyai kepribadian yang baik agar menjadi contoh untuk anak didiknya, kompetensi sosial disini adanya interaksi yang baik antara guru dan siswa, baik dalam kegiatan proses belajar mengajar maupun diluar jam pelajaran. Selanjutnya kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi seorang guru harus menguasai sepenuhnya materi yang akan ia ajarkan kepada anak didiknya tentunya sesuai bidang yang ia geluti.
Selain itu, sertifikat pendidik sebagaimana yang dimaksud disini yaitu yang diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan, sehat jasmani dan rohani, dengan kualifikasi tersebut akhirnya akan mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Disamping itu, Mengkaji berbagai kendala umum yang ada dalam pelaksanaan rekrutmen memang perlu karena untuk mengetahui kendala-kendala penarikan pegawai yang terjadi, seperti kebijaksanaan promosi serta kebijaksanaan kompensasi dan lain sebagainya sekolah harus mampu mengatasi berbagai kendala tersebut. Selain itu, salah satunya yaitu dengan membuat perencanaan rancangan program yang sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dan dijalankan dengan baik oleh lembaga pendidikan.
Sehingga sekolah dapat mengetahui kendala- kendala yang ada dan dapat mengatasinya dengan baik. Dengan demikian, secara teoritis rekrutmen guru merupakan hal yang sangat penting tentunya rekrutmen yang dilakukan harus sesuai dengan kebutuhan dan persyaratan yang ditentukan oleh sekolah agar mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan profesional di bidangnya di sebuah lembaga pendidikan. Sebaliknya jika proses rekrutmen yang dilakukan tidak selektif maka akan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang biasa saja.
Sebagaimana diamanatkan dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pembangunan sistem sertifikasi pendidik dan tenaga Kependidikan serta sistem penjamin mutu pendidikan merupakan langkah yang amat besar, yang akan memberikan dukungan bagi pelaksanaan langkah pertama, yang juga sangat berat, karena terkait dengan anggaran belanja negara yang sangat besar. Penataan sistem sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan tidak boleh tidak harus dilakukan untuk menjamin terpenuhinya berbagai standar nasional pendidikan yang telah ditetapkan.
Prasyarat yang harus dipenuhi sebagai berikut; untuk pendidik yang akan diangkat menjadi PNS harus diterapkan standar minimal kualifikasi pendidikan. Sementara bagi guru yang sudah memiliki pengalaman tidak perlu dituntut untuk memenuhi standar ijazah tersebut, karena hanya akan menyebabkan terjadinya apa yang disebut dengan 'jual beli ijazah' yang juga dikenal dengan 'STIA' atau 'sekolah tidak ijazah ada'. Yang diperlukan bagi mereka adalah pendidikan profesi dan sistem diklat berjenjang yang harus dihargai setara dengan kualifikasi pendidikan tertentu. Jika sistem sertifikasi ini telah mulai berjalan, maka sistem kenaikan pangkat bagi pendidik dan tenaga kependidikan sudah waktunya disesuaikan. Kenaikan pangkat pendidik dan tenaga kependidikan bukan semata-mata sebagai proses administrasi semata-mata, melainkan lebih merupakan proses penting dalam sertifikasi yang berdasarkan kompetensi.
Jasa adalah meliputi segenap kegiatan ekonomi yang menghasilkan output (keluaran) berupa produk atau konstruksi (hasil karya) nonfisik, yang lazimnya dikonsumsi pada saat diproduksi dan memberi nilai tambah pada bentuk (form) seperti kepraktisan, kecocokan/kepantasan, kenyamanan, dan kesehatan, yang pada initnya menarik cita rasa pada pembeli pertama. Sementara itu, jasa pendidikan merupakan jasa yang bersifat kompleks karena bersifat padat karya dan padat modal. Artinya, dubutuhkan banyak tenaga kerja yang memiliki skill khussu dalam bidang pendidikan dan padat modal karena membutuhkan infrastruktur (peralatan) yang lengkap.
Karakteristik Jasa Pendidikan
a. Tidak Berwujud (Intangibility)
Jasa tidak berwujud seperti produk fisik, yang menyebabkan pengguna jasa pendidikan tidak dapat melihat, mencium, meraba, mendengar, dan merasakan hasilnya sebelum mereka mengkonsumsinya (menjadi subsistem lembaga pendidikan). untuk menekan ketidak pastina, pengguna jasa pendidikan akan mencari tanda atau informasi tentan kualitas jasa tersebut. Tanda maupun informasi dapat diperoleh atas dasar letak lokasi lembaga pendidikan, lembaga pendidikan penyelenggara, peralatan dan alat komunkasi yang digunakan. Beberapa hal yang akan dilakukan lembaga pendidikan untuk meningkatkan calon pengguna jasa pendidikan adalah :
1. Meningkatkan visualisasi jasa yang tidak berwujud menjadi berwujud
2. Menekankan pada manfaat yang akan diperoleh (lulusan lembaga pendidikan)
3. Menciptakan atau membangun suatu nama merek lembaga pendidikan (education brand name);
4. Memakai nama seseorang yang sudah dikenal unuk meningkatkan kepercayaan konsumen.
b. Tidak Terpisahkan (Inseparability)
Jasa pendidikan tidak dapat terpisahkan dari sumbernya, yaitu lembaga pendidikan yang menyediakan jasa tersebut. Artinya, jasa pendidikan dihasilkan dan dikonsumsi secara serempak (simultan) pada waktu yang sama. Jika peserta didik membeli jasa maka akan berhadapan langsung dengan penyedia jasa pendidikan. Dengan demikian, jasa lebih diutamakan penjualannya secara langsung dengan skala operasi yang terbatas. Oleh Karen itu, lembaga pendidikan dapat menggunakan strategi bekerja dalam kelompok yang lebih besar, bekerja lebih cepat, atau melatih para penyaji jasa agar mereka mampu membina kepercayaan pelanggannya (peserta didik).
c. Bervariasi (Variability)
Jasa pendidikan yang diberikan seringkali berubah-ubah. Hal ini akan sangat tergantung kepada siapa yang menyajikannya, kapan, serta di mana disajikan jasa pendidikan tersebut. Oleh Karen itu, jasa pendidikan sulit untuk mencapai kualitas yang sesuai dengan standar. Untuk mengantisipasi hal tersebut, lembaga pendidikan dapat melakukan beberapa strategi dalam mengendalikan kualitas jasa yang dihasilkan dengan cara berikut. Pertama, melakukan seleksi dan mengadakan pelatihan untuk mendapatkan SDM jasa pendidikan yang lebh baik. Kedua, membuat standarrisasi proses kerja dalam menghasikan jasa pendidikan dengan baik. Ketiga, selalu memonitor kepuasan peserta didik melalui sistem kotak saran, keluhan, maupun survey pasar.
d. Mudah Musnah (perihability)
Jasa pendidikan tidak dapat disimpan dalam jangka waktu tertentu atau jasa pendidikan tersebut mudah musnah sehingga tidak dapat dijual pada waktu mendatang. Karakteristik jasa yang cepat musnah bukanlah suatu masalah jika permintaan akan jasa tersebut stabil karena jasa pendidikan mudah dalam persiapan pelayanannya. Jika permintaannya berfluktuasi, lembaga pendidikan akan menghadapai masalh dalam mempersiapkan pelayananya. Untuk itu, diperlukan program pemasaran jasa yang sangan cermat agar permintaan terhadap jasa pendidkan selalu stabil.
Menurut Maxwell ada enam dimensi kualitas jasa pendidikan.
1. Akses yang berhubungan dengan kemudahan mendapatkan jasa pendidikan yang diperoleh di tempat yang mudah dijangkau pada waktu yang tepat dan nyaman.
2. Kecocokan dengan tingkat kebutuhan pelanggan, yaitu kecocokan akan profil tingkat pendidikan populasi dan kelompok yang membutuhkannya.
3. Efektivitas yang berhubungan dengan adanya kemampuan penyaji jasa pendidikan (staf pengajar) untuk melayani atau menciptakan hasil yang diinginkan.
4. Ekuitas yang berhubungan dengan distribusi sumber-sumber pelayanan lembaga pendidikan yang adil dalam suatu sistem yang didukung secara umum.
5. Diterima secara social yang berhubungan dengan kondisi lingkungan, komunikasi dan kebebasan, atau keleluasaan pribadi.
6. Efesiensi dan ekonomis yang mengacu kepada pengertian layanan terbaik untuk besarnya biaya yang tepat.
Dalam MMT (Manajemen Mutu Terpadu) keberhasilan sekolah diukur dari tingkat kepuasan pelanggan, baik internal maupun eksternal. Sekolah dikatakan berhasil jika mampu memberikan pelayanan sama atau melebihi harapan pelanggan. Dilihat jenis pelanggannya, maka sekolah dikatakan berhasil jika :
1. Siswa puas dengan layanan sekolah, antara lain puas dengan pelajaran yang diterima, puas dengan perlakuan oleh guru maupun pimpinan, puas dengan fasilitas yang disediakan sekolah. Pendek kata, siswa menikmati situasi sekolah.
2. Orang tua siswa puas dengan layanan terhadap anaknya maupun layanan kepada orang tua, misalnya puas karena menerima laporan periodik tentang perkembangan siswa maupun program-program sekolah.
3. Pihak pemakai/penerima lulusan (perguruan tinggi, industri, masyarakat) puas karena menerima lulusan dengan kualitas sesuai harapan.
4. Guru dan karyawan puas dengan pelayanan sekolah, misalnya pembagian kerja, hubungan antarguru/karyawan/pimpinan, gaji/honorarium, dan sebagainya. (Panduan Manajemen Sekolah, 2000:193).


Implementasi dalam rangka proses manajemen mutu yang berkelanjutan dari peningkatan mutu dapat dilihat dari gambaran berikut di bawah ini :



























Berdasarkan gambaran tersebut, untuk mengetahui bagaimana manajemen mutu dapat dibangun di lingkungan Organissasi Pendidikan adalah sebagai berikut :
1. Menentukan kebutuhan dan harapan stakeholder atau masyarakat dan pihak yang berkepentingan lainnya.
2. Menetapkan kebijakan mutu dan tujuan mutu organisasi
3. Menentukan proses dan tanggungjawab yang diperlukan untuk mencapai tujuan mutu.
4. Menentukan dan menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan mutu.
5. Menetapkan metode untuk mengukur keefektifan dan efisiensi tiap proses
6. Menerapkan pengukuran ini untuk menentukan keefektifan dan efisiensi tiap proses
7. Menentukan sarana pencegahan ketidaksesuaian dan penghilangan penyebabnya
8. Menetapkan dan menerapkan proses perbaikan berlanjut dari system manajemen mutu dengan menyusun Standar Operasional Prosedur dan Manual Prosedur Implementasi penjaminan mutu internal yang menjelaskan tentang 3 hal yaitu: (a) kebijakan mutu akademik, (b) sistem penjaminan mutu akademik, serta (c) organisasi, tanggungjawab dan wewenang.
Upaya peningkatan kompetensi bagi pendidik dan tenaga kependidikan harus dilaksanakan secara terencana dan terprogram dengan sistem yang jelas. Jumlah pendidik yang besar di negeri ini memerlukan penanganan secara sinergis oleh semua instansi yang terkait dengan preservice education, inservice training, dan on the job training. Kegiatan sinergis peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan harus melibatkan organisasi pembinaan profesi guru, seperti Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), dan Musyawarah Kerja Penilik Sekolah (MKPS). Sudah tentu termasuk PGRI, organisasi perjuangan para guru.
Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses belajar mengajar tersirat adanya satu kesatuan kegiatan yang tak terpisahkan antara siswa yang belajar dan guru yang mengajar. Agar proses pembelajaran dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, maka guru mempunyai tugas dan peranan yang penting dalam mengantarkan peserta didiknya mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, sudah selayaknya guru mempunyai berbagai kompetensi yang berkaitan dengan tugas dan tanggungjawabnya. Dengan kompetensi tersebut, maka akan menjadikan guru profesional, baik secara akademis maupun non akademis.
Masalah kompetensi guru merupakan hal urgen yang harus dimiliki oleh setiap guru dalam jenjang pendidikan apapun. Guru yang terampil mengajar tentu harus pula memiliki pribadi yang baik dan mampu melakukan social adjustment dalam masyarakat. Kompetensi guru sangat penting dalam rangka penyusunan kurikulum. Ini dikarenakan kurikulum pendidikan haruslah disusun berdasarkan kompetensi yang dimiliki oleh guru. Tujuan, program pendidikan, system penyampaian, evaluasi, dan sebagainya, hendaknya direncanakan sedemikian rupa agar relevan dengan tuntutan kompetensi guru secara umum. Dengan demikian diharapkan guru tersebut mampu menjalankan tugas dan tanggung jawab sebaik mungkin. Dalam hubungan dengan kegiatan dan hasil belajar siswa, kompetensi guru berperan penting. Proses belajar mengajar dan hasil belajar para siswa bukan saja ditentukan oleh sekolah, pola, struktur dan isi kurikulumnya, akan tetapi sebagian besar ditentukan oleh kompetensi guru yang mengajar dan membimbing para siswa. Guru yang berkompeten akan lebih mampu mengelola kelasnya, sehingga belajar para siswa berada pada tingkat optimal. Agar tujuan pendidikan tercapai, yang dimulai dengan lingkungan belajar yang kondusif dan efektif, maka guru harus melengkapi dan meningkatkan kompetensinya. Di antara kriteria-kriteria kompetensi guru yang harus dimiliki meliputi:
1) Kompetensi kognitif, yaitu kompetensi yang berkaitan dengan intelektual.
2) Kompetensi afektif, yaitu kompetensi atau kemampuan bidang sikap, menghargai pekerjaan dan sikap dalam menghargai hal-hal yang berkenaan dengan tugas dan profesinya.
3) Kompetensi psikomotorik, yaitu kemampuan guru dalam berbagai keterampilan atau berperilaku.
Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru sebagai tenaga kependidikan, maka profesi guru harus memiliki dan menguasai perencanaan kegiatan belajar mengajar, melaksanakan kegiatan yang direncanakan dan melakukan penilaian terhadap hasil dari proses belajar mengajar. Kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran merupakan faktor utama dalam mencapai tujuan pengajaran. Keterampilan merencanakan dan melaksanakan proses belajar mengajar ini sesuatu yang erat kaitannya dengan tugas dan tanggung jawab guru sebagai pengajar yang mendidik.
Guru sebagai pendidik mengandung arti yang sangat luas, tidak sebatas memberikan bahan-bahan pengajaran tetapi menjangkau etika dan estetika perilaku dalam menghadapi tantangan kehidupan di masyarakat. Sebagai pengajar, guru hendaknya memiliki perencanaan (planing) pengajaran yang cukup matang. Perencanaan pengajaran tersebut erat kaitannya dengan berbagai unsur seperti tujuan pengajaran, bahan pengajaran, kegiatan belajar, metode mengajar, dan evaluasi. Unsur-unsur tersebut merupakan bagian integral dari keseluruhan tanggung jawab guru dalam proses pembelajaran. Penerapan skenario peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan di Indonesia sangat terkait dengan sistem pemerintahan (yang baru mengalami perubahan besar dan implementasinya masih terus berkembang), sistem pendidikan, kebijakan yang mendukung, serta pengalaman-pengalaman masa lalu yang dapat digunakan sebagai guru terbaik disamping mengambil manfaat dari pengalaman negara lain, agar tidak perlu mengulang kesalahan yang sama. Tidak kalah pentingnya dalam hal ini adalah suasana masyarakat (semua pihak) yang menghendaki desentralisasi (otonomi), transparansi, demokratisasi, akuntabilitas, serta dorongan peningkatan peran masyarakat dalam hampir semua kebijakan dan layanan publik, termasuk pendidikan.
Upaya peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan di indonesia cukup mendapat respon/tanggapan yang positif, meskipun disana-sini ada pro dan kontra baik secara terus terang maupun secara diam-diam. Baik yang antusias menerima, mereka ingin segera memperoleh kepastian, ingin memperoleh pedoman, petunjuk dan sebagainya, bahkan menuntut adanya definisi/batasan pengertian yang pasti. Disisi lain, ada yang pesimis bahkan sinis terhadap upaya peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, apalagi yang akan diimplementasikan untuk membuat pusing sekolah.
Keberhasilan upaya peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan indonesia (sungguhpun secara bertahap atau incremental) tidak lepas dari kondisi objektif yang mendukung pada saat (timing) yang tepat. Elemen-elemen yang mendukung tersebut antara lain : iklim perubahan pemerintahan yang menghendaki transparansi, demokratisasi dan akuntabilitas, desentralisasi dan pemberdayaan potensi masyarakat, konsepsi manajemen pendidikan yang telah lama dipendam oleh para tokoh pendidikan untuk diaktualkan, serta sebagian birokrat yang secara diam-diam konsisten ingin melakukan reform tanpa banyak publikasi.
Konkritnya, keluarnya UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan PP No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai Daerah Otonomi, UU No.25 Tahun 2000 tentang Propenas, dan Kepmemdiknas No. 122/U/2001 tentang Rencana Strategis Pembangunan Pendidikan, Pemuda, dan olah raga tahun 2000-2004, serta UU Sisdiknas Tahun 2003 memberikan landasan hukum yang kuat untuk diterapkannya peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan sebagai sebuah inovasi pendidikan untuk mencapai mutu tenaga kependidikan yang lebih baik dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.


BAB III
KESIMPULAN dan REKOMENDASI

Peningkatan mutu pendidikan tidak dapat dilepaskan dengan upaya peningkatan mutu pendidiknya dan tenaga kependidikannya. Upaya peningkatan mutu pendidikan tidak akan memenuhi sasaran yang diharapkan tanpa dimulai dengan peningkatan butu pendidik dan tenaga kependidikannya.
Upaya peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan tidak dapat dilepaskan dengan aspek-aspek penting sebagai berikut: (1) gaji dan standar kesejahteraan yang layak untuk kehidupannya, (2) standar kualifikasi, (3) standar kompetensi dan upaya peningkatannya, (4) sistem sertifikasi pendidik dan tenaga kependiikan dan alih profesi yang tidak memenuhi standar kompetensi, (4) seleksi/rekruitmen yang jujur dan transparan, (5) standar pembinaan karir, (6) penyiapan calon pendidik dan tenaga kependidikan yang selaras dengan standar kompetensi, dan lebih menekankan praktik dan dengan teori yang kuat, (7) sistem diklat di lembaga inservice training dan pendidikan profesi di LPTK, dan (8) pemberdayaan organisasi pembinaan profesional seperti KKG, MGMP, MKKS, dan MKPS, yang perlu diberdayakan. Mudah-mudahan.
Tenaga kependidikan lainnya merupakan salah satu elemen yang keberadaannya sangat penting bagi peningkatan mutu pembelajaran di sekolah, karena tugas, fungsi dan peranan mereka sangat menunjang bagi kelancaran proses pembelajaran di sekolah. Kepala satua pendidikan dan pendidik memiliki tugas pokok dan fungsi tersendiri yang cukup banyak, sehingga jika dua elemen ini pun harus terlibat penuh dalam masalah tata usaha, laboratorium dan perpustakaan, maka waktu, tenaga dan pikiran mereka akan tersita dan habis, padahal mereka punya tupoksi tersendiri yang sangat penting bagi proses pembelajaran. Oleh karena itu, maka keberadaan tenaga administrasi, tenaga laboran, dan tenaga kepustakaan di sekolah-sekolah saat ini sudah menjadi kebutuhan pokok yang tidak bisa dianggap sepele lagi. Namun yang mesti diperhatikan adalah kompetensi mereka yang mengisi posisi tersebut, agar peran, tugas dan fungsinya bisa berjalan sebaik mungkin dan membantu kelancaran proses pembelajaran di sekolah. Sebuah organisasi pendidikan seharusnya selalu melakukan pengembangan-pengembangan strategi yang disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan lingkungan agar mampu bertahan dan bersaing dengan organisasi pendidikan yang lainnya.
Untuk mencapai hal tersebut, agar bisa mencapai daya saing global di dunia pendidikan, selayaknya setiap organisasi pendidikan harus selalu melakukan contiously improvement di dalam berbagai komponen manajemen pendidikan sehingga mampu memenuhi keinginan stakeholder yang dijadikan patokan atau standar dalam rangka mencapai daya saing secara global. Oleh karena itu, langkah-langkah yang harus dilakukan oleh setiap organisasi pendidikan adalah sebagai berikut :
1. Menentukan kebutuhan dan harapan stakeholder atau masyarakat dan pihak yang berkepentingan lainnya.
2. Menetapkan kebijakan mutu dan tujuan mutu organisasi
3. Menentukan proses dan tanggungjawab yang diperlukan untuk mencapai tujuan mutu.
4. Menentukan dan menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan mutu.
5. Menetapkan metode untuk mengukur keefektifan dan efisiensi tiap proses
6. Menerapkan pengukuran ini untuk menentukan keefektifan dan efisiensi tiap proses
7. Menentukan sarana pencegahan ketidaksesuaian dan penghilangan penyebabnya
8. Menetapkan dan menerapkan proses perbaikan berlanjut dari system manajemen mutu dengan menyusun Standar Operasional Prosedur dan Manual Prosedur Implementasi penjaminan mutu internal yang menjelaskan tentang 3 hal yaitu: (a) kebijakan mutu akademik, (b) sistem penjaminan mutu akademik, serta (c) organisasi, tanggungjawab dan wewenang.
Semoga melalui sumbangan pemikiran dalam peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan dapat terus ditingkatkan sehingga tercapai Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif melalui upaya mewujudkan pendidikan yang mampu membangun insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif dengan adil, bermutu, dan relevan untuk kebutuhan masyarakat global.

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, Dorothea Wahyu. 2003.. Manajemen Kualitas, Pendekatan sisi Kualitatif, Ghalia Indonesia, Jakarta

Ali, M,. (2000), Sistem Penjaminan Mutu dalam Manajemen Mutu Pendidikan, Jurnal Mimbar Pendidikan, No.1 tahun XIX, hal 28-30.

-------------, (2000). Penerapan Quality Assurance dalam Manajemen Mutu Pendidikan, Seminar Nasional Penerapan Quality Assurance dalam Pendidikan, Pussisjian-Balitbang Dikbud.Quality Assurance Handbook, 2000.

Anonim, (2005), Evaluasi Program Studi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,Departement Pendidikan Nasional

Anonim, (2005), Evaluasi Program Studi Berbasis Evaluasi Diri (EPSBED), Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional

Assumption University –Thailand, Quality Assurance Manual, AuQS 2000 Center for Exellence, 2001;

Bambang Suhendra. 1996. Kebijakan Pemerintah Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Tinggi di Indonesia. Makalah dalam Seminar Nasional Mempersiapkan Mutu Pendidikan Tinggi Menuju Kualitas Global di Universitas Merdeka Malang 11-12 Nopember.Rinehard. 1993.

Brennan, J. and Shah, T.,(2000) Managing Quality in Higher Education, OECD, SRHE and Open University Press, Buckingham

Creech, B. 1996. Lima Pilar TQM (penterjemah: Sindoro A) Binarupa Aksara. Directorate General of Higher Education, Higher Education Long Term Strategy (HELTS) 2003 –2010;

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, (2003), Pedoman Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi, Jakarta : Depatemen Pendidikan Nasional

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, (2005), Evaluasi Program Studi Berbasis Evaluasi Diri (EPSBED) : Manfaat bagi Pimpinan Perguruan Tinggi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, (2004),Praktek Baik Dalam Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, Buku I Proses Pembelajaran, Departemen Pendidikan Nasional,

Fandy Tjiptono. 2003. Total Quality Management, Andi Yogyakarta

Hamalik, Oemar, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara, 2006

Kantor Jaminan Mutu, (2004), Instrumen Pengembangan Kurikulum Pendidikan Tinggi Universitas Gadjah Mada, Universitas Gadjah Mada (KJM –UGM).

Kunandar. Guru Profesional:Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidkan Dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru Jakarta: Raja Grafindo persada,.2007

Lewis and Smith. 1996. Total Quality in Higher Education. Delray Beach. Florida. St. Lucie Press.

Liston, C. (1999). Managing Quality Standards, Open University Press, Buckingham, Philadelphia.

Murgatroyd, Stephent & Morgan, Colin, (1993), Total Quality Management and The School, Buckingham Philadelphia : Open University Press.

Ni.am, Asrorun. Membangun Profesionalitas Guru. Jakarta : eLSAS. 2006

N.K, Roestiyah Masalah-masalah Ilmu Keguruan. Jakarta: Bina Aksara.1989

Riley, K.A., and Nuttall, D.L. (ed), (1994), Measuring Quality : Education Indicators, London : The Falmer Press

Rosyada,Dede Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Prenada Media. 2004

SEDL., (1994), Total Quality: A Missing Piece for Educational Improvement ?, SEDL – Issues About Leadership An Imperatif for Successful Change.htm.

Syafaruddin, (2002), Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan ; Konsep, Strategi dan Aplikasi, Jakarta : Grasindo.

Slamet Margono. 1995. Manajemen Perguruan Tinggi pada Era Global: Suatu Gagasan Menuju Efisiensi. Unmer Malang Grasindo Jakarta

---------------------. 1996. Filsafat dan Prinsip-Prinsip Manajemen Mutu Terpadu di Perguruan Tinggi, Jakarta: Heds Project

Sallis, Edward. (2006), Total Quality Management in Education, terj. Ahmad Ali Riyadi. IRCiSod, Yogyakarta

Sanusi, A., (1990). Pendidikan Alternatif; Menyentuh Aras Dasar Persoalan Pendidikan dan Kemasyarakatan, Bandung: PPs IKIP Bandung.

Sasmoko, Evaluasi Proses Pembelajaran Sebagai Kontrol Kualitas di Lembaga Pendidikan yang Otonom, Portal Informasi Indonesia, http://www.depdiknas.go.id /jurnal/31/evaluasi_proses_pembelajaran_seb.htm.

Soetisna, DA, dan Sartika, ID, (2000), Total Quality Management : Handbook, Bandung : DAS-IDS Management Consulting

Uzer Usman, Moch. Menjadi Guru Profesional.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar